Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Masyarakat Masih Menolak Pembangunan PLTN

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 11 Mei 2018, 08:00 WIB
Masyarakat Masih Menolak Pembangunan PLTN
rmol news logo Wacana penggunaan bahan bakar nuklir dalam mengatasi kebutuhan listrik Indonesia masih terus diperbincangkan. Salah satu yang disorot adalah public acceptance (penerimaan publik) yang masih menjadi kendala serius dalam membangun PLTN. Rencana pembangunan harus mempertimbangkan banyak aspek, tidak hanya teknis, tetapi juga aspek lainnya seperti sosial dan ekonomi masyarakat.

"Begini, hati-hati. Jangan lupa, acceptability itu penting. Suara rakyat suara Tuhan," ujar mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam sebuah seminar energi dengan tajuk "Implementasi Kebijakan Energi Nasional untuk Mendukung Ketahanan Nasional."

Purnomo mengisahkan tentang studi kasus rencana pembangunan PLTN di Gunung Muria yang mendapat penolakan kuat dari publik menyebabkan rencana tersebut tidak dapat dieksekusi. Pasca gempa Fukushima sebaiknya kehati-hatian dan studi komprehensif menjadi pijakan utama pemerintah untuk memutuskan langkah selanjutnya.

"Dulu Dirjen kita dikejar-kejar sama masyarakat Muria dan ternyata Gunung Muria sering terjadi gempa. Akhirnya, diputuskan dibatalkan."

Terkait wacana pembangunan PLTN di Lombok NTB, Purnomo mengingatkan jangan tergesa-gesa. Posisi nuklir dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai opsi terakhir juga penting dipegang. Peran serta masyarakat menjadi kunci bagi penerimaan kebijakan energi ke depan. "Belajar dari pengalaman, bikin tim untuk FGD. Dari sisi kebijakan melihat posisi nuklir dalam KEN yang ujung-ujungnya sosialisasi kembali dengan masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, pembangunan PLTN tidak akan dilakukan hingga tahun 2050 mengingat PLTN adalah pilihan terakhir dalam rencana umum energy nasional (RUEN). "PLTN memang pilihan terakhir, kita maksimumkan dulu potensi energi terbarukan yang kita miliki. Dan di seluruh Indonesia tidak ada sampai 2050," ujar Saleh Abdurrahman, Sekjen Dewan Energi Nasional.

Selain karena bukan prioritas, faktor ekonomi juga menjadi bahan pertimbangan untuk melaksanakan proyek PLTN ini. "Biaya pembangkitan nuklir per kwh itu termasuk mahal. Apalagi ditambahi biaya-biaya resiko kecelakaan, tambah membengkak dia," ujarnya.

Saleh menuturkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang banyak. Potensi matahari dan angin belum dimanfaatkan sebesar-besarnya. Secara pribadi, Saleh sangat mendukung penggunaan energi terbarukan dan mendorong daerah-daerah untuk mengembangkan energi terbarukan, selain minim risiko juga lebih murah daripada nuklir. "Tren harga energi terbarukan semakin menurun, tren nuklir semakin tahun semakin naik," ujarnya. [rry]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA