Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tambal Defisit BPJS Pakai Cukai Tembakau, Pemerintah Salah Kaprah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 05 Januari 2018, 23:03 WIB
rmol news logo Pemerintah diingatkan tidak menggunakan dana hasil cukai tembakau untuk menambal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BJPS).

Penggunaan dana cukai tembakau untuk menambal defisit mengesankan penyebab penyakit yang membebani BPJS berasal dari perokok.

"Sebenarnya tidak tepat jika dana cukai rokok yang digunakan untuk tutup defisit BPJS. Seolah-olah penyebab penyakit yang membebani BPJS semua berasal dari perokok, ini kan salah kaprah," ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada wartawan, Jumat (5/1).

Menurutnya, jika pemerintah ingin kejar pajak dosa atau sin tax jangan menggunakan cukai rokok saja. Sayangnya, Indonesia termasuk penganut extremly narrow atau sempit dalam menerapkan cukai.

Sejak adanya peraturan soal cukai hingga hari ini hanya ada tiga barang yang dikenakan tarif cukai, yakni rokok, alkohol dan etil alkohol. Dari ketiganya, 95 persen hasil cukai berasal dari rokok. Sedangkan Thailand dan Singapura punya lebih dari 10 barang kena cukai dan tidak bergantung dari rokok semata.

Bhima menjelaskan, sebaiknya pemerintah fokus pada perluasan barang kena cukai yang berbahaya bagi kesehatan selain rokok. Logika sederhana, asap kendaraan bermotor juga sama berisiko dengan asap rokok. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta saja mencapai 18 juta unit, lebih banyak dari penduduknya yang hanya 10,3 juta orang.

Selain untuk mengurangi dampak polusi udara bagi kesehatan dan lingkungan pajak dosa kendaraan bermotor juga bisa digunakan untuk iuran defisit BPJS Kesehatan. Hitung-hitungan Indef tahun 2016, total penerimaan cukai kendaraan bermotor baik mobil dan sepeda motor mencapai Rp 5 triliun per tahun.

Potensi pajak dosa lainnya tentu minuman berpemanis. Diabetes penyumbang kematian nomor tiga di Indonesia menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Kenapa minuman berpemanis tidak menjadi sasaran pajak dosa," tanya Bhima.

Lebih jauh, jebolnya keuangan BPJS Kesehatan membuka peluang agar pemerintah lebih kreatif memperluas basis pajak dosa. Tentu juga harus dibicarakan dengan pelaku industri bahwa cukai yang dipungut merupakan sebuah ikhtiar untuk memberikan layanan kesehatan lebih baik bagi para masyarakat yang kebetulan juga konsumen produk berbahaya tersebut.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyebut ada alokasi dana Rp 5 triliun yang bisa digunakan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan untuk tahun depan.

Dana berasal dari 50 persen Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang bisa digunakan untuk kebutuhan prioritas daerah seperti kesehatan. Namun, tidak separuh DBH CHT masuk ke kas BPJS kesehatan melainkan hanya sekitar 75 persen. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA