Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Nasib Petani Belum Sejahtera

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 25 September 2017, 08:48 WIB
Nasib Petani Belum Sejahtera
Ilustrasi/Net
rmol news logo Pada Hari Tani Nasional di tahun 2017 ini nasib petani semakin menderita. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa persoalan yang terus membelenggu petani nasional.

Termasuk implementasi kebijakan pemerintah yang tidak pro petani. Salah satu kebijakan itu masih adanya impor pangan yang sebetulnya bisa dipenuhi melalui pertanian nasional.

"Kebijakan impor pangan dengan dalih apapun tetap merugikan petani. Itulah sebabnya sektor pertanian mulai tidak diminati. Demikian dapat dilihat dari jumlah petani nasional yang tiap tahun selalu terjadi penurunan," kata Ketua Umum DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur, Ahmad Nawardi dalam rilis pers yang diterima redaksi.

Menurut Nawardi, kebijakan impor pangan merupakan efek domino dari kurang berpihaknya kebijakan pemerintah terhadap langkah-langkah pengembangan sektor pertanian, terutama dalam hal penerapan teknologi baru di sektor pertanian seperti rekayasa genetik bibit pangan, membuat Indonesia kian sulit memenuhi kebutuhan pangan dalam negerinya.

Padahal urai Nawardi, ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi jika pemerintah peduli terhadap nasib petani. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan membiarkan petani membudidayakan bibit unggul.

Selama ini lanjut Nawardi, petani bisa terkena pidana apabila mengambil plasma nutfah produksi perusahaan tertentu. Pengadilan menjerat petani dengan tuduhan mencuri plasma nutfah tersebut.

“Sesuai dengan UU 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, ada serangkaian persyaratan dan uji coba sebelum satu pihak diberikan izin untuk melakukan budidaya tanaman. Sehingga petani tersandera dalam mengembangkan bibit pertanian unggul,” ujar mantan anggota DPRD Jatim tersebut.

Termasuk jelas Nawardi, memajukan teknologi sektor pertanian yang bertujuan meningkatkan produksi dalam negeri. "Saat ini teknologi pertanian di Indonesia masih tertinggal dari negara lain,” imbuh Nawardi.

Nawardi juga menyoroti masih rendahnya produksi pangan dalam negeri. Hal ini kata Nawardi diakibatkan karena pemerintah acuh terhadap situasi yang dihadapi petani.

"Sekalipun pemerintah punya program gagal panen, tapi pelaksanaannya tidak efektif. Sehingga petani merasa tidak diperhatikan lagi oleh pemerintah,” terang pria kelahiran Madura itu.

Selain itu, Nawardi juga melihat masih rendahnya kesejahteraan petani. Penilaian ini dapat dilihat dari nilai tukar petani (NTP) tahunan. NTP merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani.

"NTP tanaman pangan dalam dua sampai tiga tahun terakhir angkanya di bawah 100. Ini menunjukkan kesejahteraan petani terus menurun," beber Nawardi.

Dengan kondisi demikian, Nawardi meminta hal tersebut jadi catatan penting bagi pemerintah.“Petani harus dimuliakan. Petani harus disejahterakan. Inilah pesan yang harus ditangkap pemerintah dalam peringatan Hari Tani Nasional yang jatuh setiap tanggal 24 September," demikian Nawardi.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA