Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pegang Selat Malaka, Pemerintah Berharap Pelindo Tambah Pemasukan Negara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 11 April 2017, 15:47 WIB
rmol news logo Pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura mempunyai fungsi strategis. Soalnya, kawasan Selat Malaka menyangkut kedaulatan bangsa sekaligus keamanan pelayanan kapal.

Begitu dikatakan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Selasa (11/4).

Hal yang sama diutarakannya saat meresmikan Pemanduan di Perairan Pandu Luar Biasa Selat Malaka & Selat Singapura di Terminal Penumpang Umum Harbour Bay, Batam, Kepulauan Riau, kemarin.

Menhub berharap, pemanduan kapal domestik dan asing bisa dilakukan Pelindo I di Selat Malaka untuk dapat memberikan tambahan bagi pemasukan negara.

"Saya bangga dan mengapresiasi apa yang dicapai ini. Kita berjuang untuk hak yang semestinya sejak dulu kita jalankan. Saya mengamanahkan Pelindo I untuk mewakili negara di Selat Malaka," kata dia.

Menhub menjelaskan, selama ini belum ada keseriusan untuk mengeksekusi pemanduan kapal di Selat Malaka. Padahal 80 persen perairan Selat Malaka sangat jelas berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurutnya, sejak pertemuan di Bandung awal tahun lalu, Kemenhub terus melakukan negosiasi diplomatik dengan Pemerintah Malaysia dan Singapura. Sebelumnya Kemenhub juga berkonsultasi dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO).

Kepada Malaysia dan Singapura, ditunjukkan bagaimana dasar-dasar hukum bahwa pemanduan harus dilakukan oleh Indonesia. Melalui cara-cara profesional itulah dua negara tersebut tidak bisa menolak dan menyangkalnya ketika dibahas dalam meja perundingan.

"Selama ini kita tidak mengetengahkan hal yang legal, yang strategis dan diakui dunia kepada mereka (Malaysia & Singapura). Begitu kita sampaikan yang legal dan memang rekomendasi IMO harus dilaksanakan. Jadi kita memang harus serius,” kata Menhub.

Wewenang yang diberikan kepada Pelindo I sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka diputuskan melalui Keputusan Nomor BX.28/PP 304 tentang Pemberian Izin kepada PT Pelindo I melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malakadan Selat Singapura.

Sementara merujuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, wilayah perairan Indonesia terbagi dalam dua jenis pemanduan. Pertama Perairan Wajib Pandu yang merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran 500 gross tonnage atau lebih.

Kedua, Perairan Pandu Luar Biasa yang merupakan wilayah perairan yang tidak wajib dilakukan pemanduan. Akan tetapi, apabila nahkoda memerlukan pemanduan maka dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan. Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sendiri disampaikan masuk dalam kategori Perairan Pandu Luar Biasa.

Dilanjutkan Menhub, kawasan terpenting di Kawasan Asia Tenggara dengan sepanjang 550 mil laut tersebut merupakan salah satu jalur sempit. Di jalur ini setiap tahunnya dilalui ribuan kapal dari berbagai negara.

"Dari data yang ada, sekitar 70 sampai 80 ribu kapal per tahun menggunakan jalur ini, baik kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar dan melintas sehingga rawan terhadap kecelakaan di laut. Karenanya pemanduan menjadi sangat penting," jelasnya.

Traffic tersebut terus menunjukkan angka peningkatan sekitar 2 persen setiap tahunnya. Saat ini (2016), kapal yang beroperasi sudah mencapai 82.850 kapal per tahun atau 226 kapal per hari.

Untuk angka kecelakaan kapal dari tahun 2010 hingga 2015 tercatat 331 kejadian di Selat Malaka-Selat Singapura. Dengan kata lain setiap pekan terjadi satu hingga dua kecelakaan. Kondisi demikian menyebabkan kerugian materi hingga miliaran USD.

"Selain kerugian materi, kecelakaan kapal juga menyebabkan kerusakan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura yang nilainya tidak terbatas," demikian Menhub. [sam]

ARTIKEL LAINNYA