Direktur Utama Wika BinÂtang Perbowo menjelaskan, pada tahap pertama, akan dibangun tujuh tower. Namun Bintang mengakui, soal pembagian konÂstruksinya sampai saat ini masih dirundingkan dengan PemerinÂtah Dubai.
Perundingan dilakukan denÂgan pihak Pemerintah Dubai karena proyek rusun ini meruÂpakan program dari pemerintah setempat. Selain Wika, proyek tersebut juga melibatkan konÂtraktor lokal di negara itu.
"Bentuknya seperti aparteÂmen, tapi diberikan untuk rakyat, mirip Program Sejuta Rumah di Indonesia. Tender konstruksi sudah kita kantongi, tinggal pembagian porsinya saja," ujar Bintang.
Bintang mengatakan, tujuh tower yang akan dibangun di tahap pertama nantinya merogoh kocek sekitar Rp180 Rp200 miliar. Dalam pembangunanÂnya, Perseroan juga berencana mengajak anak usahanya PT Wika Beton Tbk (WTON) untuk menyediakan kebutuhan precast di proyek tersebut.
"Bulan depan ownernya akan ke sini mau lihat pabrik Wika Beton, untuk beton ringan yang digunakan untuk dindingnya," tandasnya.
Sementara dalam proses konÂstruksi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang konÂtruksi ini berencana memboyong hingga 1.000 pekerja Indonesia ke sana. Bintang mengatakan, rencana membawa pekerja InÂdonesia ke Dubai merupakan permintaan dari pihak Dubai. Sebab di sana minim akan SDM yang mampu menggarap proyek-proyek perumahan dan infrastruktur.
"Di sana itu tidak ada pekerja
finishing, pelaksana sipil dan engineer. Karena itu mereka juga yang minta," urainya.
Menurut Bintang, diproyek tahap pertama, proses konstrukÂsinya akan berjalan mulai bulan depan. Saat ini, Wika tengah mempersiapkan 300 orang SDM untuk dikirim ke Dubai.
"Minggu ini mulai kirim
engiÂneer, bulan depan pembangunanÂnya juga sudah mulai. Kita lagi urusin untuk setingkat
engineer baru, lagi dites atau pendidikan di learning center sekitar 300 orang. Bulan depan berangkat," imbuhnya.
Jumlah SDM tersebut disiapÂkan untuk jangka waktu 3 bulan pertama. "Kalau bagus ditambah lagi. Makanya penambahan SDM itu pasti. Saya pikir bisa sampai 1.000," pungkasnya.
Dewan Komisaris Harus Pro AktifKetua Umum Housing Urban Development (HUD) Institute Indonesia, Zulfi Syarif Koto menuturkan, WIKA sebagai perusahaan konstruksi pelat merah justru bisa memberi nilai tambah bagi negara bila bisnisÂnya bisa berkembang hingga ke luar negeri.
"Sah-sah saja, kalau perusaÂhaan dapat proyek di luar, kan itu bagian dari bisnis perusahaan," katanya kepada
Rakyat Merdeka.Apalagi, bila pemerintah Dubai, dimana proyek tersebut dikerjakan, bisa mengizinkan pekerja Indonesia untuk masuk kesana. Artinya, tenaga kerja asal Indonesia memiliki skill atau keahlian yang mumpuni di biÂdangnya.
"Di Dubai pasti punya aturan ketenagakerjaan, sama seperti di Indonesia. Selama memenuhi aturan. Sukur-sukur, tenaga kerja yang dikirim tidak hanya dari tingÂkat atas (manajer), jadi ada
transÂfer knowledge juga," katanya.
Meski demikian, pengerjaan proyek atau bisnis perusahaan pelat merah tetap harus mendaÂpatkan pengawasan, baik dari internal maupun eksternal, terÂmasuk pemegang saham. Sebab, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mayoritas kepemilikanÂnya ditangan negara.
"Pengawasan tetap harus ada, dia (WIKA) kan milik negara, jangan sampai bisnisnya merugi. Makanya, dewan komisaris harus pro aktif ikut mengawasi. Kalau, kedepan ada yang aneh (bisnis-red), BPKP atau BPK bisa ikut juga mengawasi," kaÂtanya. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: