Langkah itu disambut positif Projo, Ormas pendukung Presiden Jokowi. Ketua Bidang Energi Projo, Handoko menjelaskan, selama ini kasus-kasus
cost recovery disinyalir merugikan negara hingga mencapai triliunan rupiah.
"Dalam kerangka pengarusutamaan akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan akselerasi kegiatan eksplorasi dan produksi sektor hulu migas, skema Gross Split ini menarik diterapkan dalam Production Sharing Contract dan menjadi langkah terobosan mengatasi kebuntuan pengembangan industri hulu migas nasional," kata dia dalam surat elektronik yang dikirimka ke redaksi, Kamis (15/12).
Handoko mengatakan, Projo mendukung pemberlakukan Skema Gross Split sebagai metode bagi hasil dalam Production Sharing Contract, dengan syarat tetap menjunjung tinggi kepentingan nasional yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Kemudian, pasal 33 ayat 3: Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Handoko melanjutkan, kasus-kasus seputar pengelolaan
cost recovery sudah sangat sering terjadi dan dicurigai merugikan keuangan negara dalam bilangan yang mencapai puluhan triliun rupiah.
Persoalan lain yang dihadapi hambatan birokrasi yang menyebabkan proses eksplorasi dan eksploitasi minyak berjalan lamban. Sebagai contoh, sering terjadi kegiatan eksploitasi tak kunjung bisa dieksekusi karena
Plan of Development yang tak disepakati pemerintah dan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama).
"Atas kebuntuan-kebuntuan di atas, pemerintah sudah seharusnya mencari jalan terobosan meningkatkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang merupakan pintu awal terciptanya kedaulatan energi nasional," pungkasnya.
[sam]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.