Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DPR: Satgas Mafia Pangan Polri Jangan Takut Tangkap Pengusaha Kartel

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 18 Juni 2016, 22:11 WIB
DPR: Satgas Mafia Pangan Polri Jangan Takut Tangkap Pengusaha Kartel
viva yoga mauladi/net
rmol news logo Pembentukan satgas pemberantasan mafia pangan oleh Bareskrim Mabes Polri ditanggapi positif oleh Komisi IV DPR RI.

Anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga mengatakan, dibentuknya satgas itu sesuai UU 18/2012 tentang Pangan.

Dalam pasal 43 disebutkan jika ada orang atau kelompok yang dengan sengaja melakukan penimbunan barang pangan dengan harapan jika terjadi kenaikan harga akan dilepas ke pasar untuk mencari keuntungan, maka itu merupakan melakukan  tindak pidana dengan sanksi dihukum 7 tahun dan denda 100 miliar. Karenanya dia mendukung Bareskrim lakukan razia terhadap pedagang nakal di seluruh Indonesia.

"Jika ada pengusaha yang melakukan kartel, ya ditangkap. Jangan sampai pemerintah cenderung menyalahkan dunia usaha dan dengan gampang melontarkan ada kartel/mafia daging. Ini kondisi yang tidak baik bagi dunia usaha. Caranya harus melakukan razia secara besar-besaran mulai dari pusah hingga seluruh wilayah Indonesia," paparnya kepada wartawan, Sabtu (18/6).

Menurutnya pemerintah berkewajiban mengendalikan harga daging sapi. Kalau harga naik dan tinggi Rp 120 ribu per kg, hal itu membebani masyarakat selaku konsumen. Tapi, belum tentu peternak dapat untung.

"Komisi IV DPR setuju jika pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan operasi dan pemantauan setiap hari persoalan harga pangan, bukan hanya sapi, tetapi juga minyak goreng, beras, bawang merah, cabe rawit dan lainnya," beber Viva.

Ke depan, lanjutnya, baik seluruh elemen harus merubah paradigma pembangunan pertanian. "Jangan seperti sekarang ini. Tanah luas, subur, iklim tropis, masak harus menjadi negara importir? Sangat disayangkan," imbuhnya.

Oleh sebab itu, sambung Viva Yoga, bila harga belum juga turun atau ada kenaikan harga, yang harus diselidiki adalah, pertama, stok atau pasokan daging dan besarnya volume konsumen.

"Jika stok daging kurang, maka harga pasti naik. Begitu juga sebaliknya," kata Viva Yoga.

Kedua, lanjutnya, bagaimana jalur distribusi dan tata niaganya, apakah ada kelainan/gangguan daan yang terakhir yakni, jika stok cukup dan jalur distribusi tidak ada gangguan maka perlu diselidiki apakah ada penimbunan atau potensi kartel.

Direktur Tipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan kepada seluruh Satgas kewilayahan untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten/kotamadya hingga tingkat kelurahan. Tujuannya untuk memantau indikasi adanya kelangkaan sembako maupun lonjakan harga pangan di masing-masing daerah.

Dia menegaskan, bahkan pihaknya meminta seluruh kepala kesatuan wilayah (Kasatwil) Polri untuk mengoptimalkan Babinkamtibmas agar bekerja sama dengan lurah maupun kepala desa untuk turut serta memantau stabilitas harga pangan selama bulan Ramadan dan lebaran.

"Babinkamtibmas kita minta berkoordinasi dan turun ke lapangan bersama Lurah maupun Kepala Desa untuk memantau situasi Pasar.  Apabila ditemukan adanya penimbunan maupun spekulan agar dilaporkan ke Satgas monitoring terdekat," ujar Agung. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA